Hujan menyambut saya dan beberapa teman ketika hendak menyeberang dari Pulau Lombok ke Gili Trawangan. Berteduh sekitar setengah jam, kami lalu melompat ke perahu cepat. Disambut pantai yang indah di Gili Trawangan.
Dunia keterasingan yang menyenangkan. Tanpa suara mesin motor, saya menapaki jalan utama di pulau ini. Saya bersisian dengan sekelompok turis dari berbagai negara. Jalan itu tidak lebar, pas memuat satu kendaraan roda empat. Tapi tidak ada kendaraan roda dua, apalagi empat. Jalan dipenuhi sepeda di satu sisi, pejalan kaki di sisi lain. Terkadang pesepeda melaju sangat pelan, menunggu pejalan kaki meminggir sedikit, lalu lewat.
Jalan ini diapit antara pantai. Bermuara dengan restoran atau cafe, hotel, mini market, toko cenderamata. Inilah jalan utama dan satu-satunya di Gili Trawangan, satu dari tiga pulau destinasi wisata di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Dua pulau lain Gili Meno dan Gili Air.
Berada di sini seolah menceburkan diri dalam keterasingan. Wajah lokal masih bisa ditemui, tapi setiap kali menoleh tampak wajah asing.
Orang kaukasia, Tiongkok, Jepang, Arab, dan Latin. Berbeda, tapi tidak ada perbedaan. Saling menghormati, saling menjaga perilaku.
Tidak ada yang lebih menyenangkan selain bersantai di sore hari di Gili Trawangan.